Kini, Lirih kembali...
ku sampaikan perihal tirakat cinta
Di celah sunyi malam, dalam sujud
Rekatnya kening ber-alaskan pualam
Mengutarakan namamu pada Tuhan-ku di dalam doa
Ialah kata-kata terindah yang menghiasi ditengah kesunyian
Menyulam harapan sakinah
Dalam cinta yang menuntun pada ketundukan ILLAHI
Lantaran ku yakin...
Akan tiba masanya di saat penghujung salam bacaan Tahiyat-ku
Terlihat wajah cantikmu
Dibelakang shaf mihrab shalatku sebagai mak'mumku
Menghimpun asa bersama, dalam air mata bahagia
Akan kerinduan menghirup wewangian surga bersamamu
Puisi Gunawan Sofian
Ketika Lisan Sejenak Terbungkam Membisu. Oleh Kata Yang Berat Terucap. Maka Tinggal-lah Pena. Yang Sudi Tuk Mengutarakan Isi Hati.
Minggu, 19 Februari 2017
Sabtu, 03 Oktober 2015
Malaikat Terindah
Dari kejauhan
Jernih Mata Air terdengar berjatuhan
Coba tuk ku yakinkan kembali adanya Sayup
Kebisingan yang indah ini di penghujung Fajar
Nyatanya bukanlah Mata Air yang terdengar Seindah itu
Melainkan, Ialah Air Matanya yang berjatuhan
Seolah menyejukkan tiap hati yang bernyawa
Di Sudut Ruang itu, ku dapati Malaikat Terindah
Bersimpuh Anggun dibawah Hamparan Suci Permadaninya
Teduh terdengar segala pengharapannya
Di dalam lembut Lisan yang Bersahaja
Di tiap Bait Kidung Doa-Mu Bunda
Jernih Mata Air terdengar berjatuhan
Coba tuk ku yakinkan kembali adanya Sayup
Kebisingan yang indah ini di penghujung Fajar
Nyatanya bukanlah Mata Air yang terdengar Seindah itu
Melainkan, Ialah Air Matanya yang berjatuhan
Seolah menyejukkan tiap hati yang bernyawa
Di Sudut Ruang itu, ku dapati Malaikat Terindah
Bersimpuh Anggun dibawah Hamparan Suci Permadaninya
Teduh terdengar segala pengharapannya
Di dalam lembut Lisan yang Bersahaja
Di tiap Bait Kidung Doa-Mu Bunda
Mati Rasa
Kasih...
Lihatlah Arahku yang kini rapuh
Yang dahulu sempat Engkau indahkan pula
Jalannya cerita Hidupku
Namun seiring berjalannya waktu
Rasaku kian memudar untukmu, Terang saja !
Kecewaku tak pernah lagi Engkau Tenangkan
Dan diam ku pun tak pernah lagi Engkau pedulikan
Kini Maafkanlah bila hatiku telah mati rasa untukmu
Tak ada sedikitpun Niatku untuk menyakitimu
Bila memang takdir ini akhirnya
Kan memisahkan kita untuk selamanya
Kejarlah kebahagiaan lainnya
Yang melebihi keadaanku ini
Dan bila memang takdir mengizinkan tuk kembali
Nantikan Hadirku di batas waktumu
Lihatlah Arahku yang kini rapuh
Yang dahulu sempat Engkau indahkan pula
Jalannya cerita Hidupku
Namun seiring berjalannya waktu
Rasaku kian memudar untukmu, Terang saja !
Kecewaku tak pernah lagi Engkau Tenangkan
Dan diam ku pun tak pernah lagi Engkau pedulikan
Kini Maafkanlah bila hatiku telah mati rasa untukmu
Tak ada sedikitpun Niatku untuk menyakitimu
Bila memang takdir ini akhirnya
Kan memisahkan kita untuk selamanya
Kejarlah kebahagiaan lainnya
Yang melebihi keadaanku ini
Dan bila memang takdir mengizinkan tuk kembali
Nantikan Hadirku di batas waktumu
Retak dalam Jiwa
Rela ku jalani
Menempuh Tirakat Cinta ini sendiri
Kini yang engkau lihat
Memanglah Aku yang berdiri tegap
Di batas tepian dermaga itu
Tersenyum kala Melepasmu
Seolah Kuat menantang sesak seisi hati
Namun coba, engkau berbalik lihat aku kembali
Kan Engkau dapati
Ialah aku yang retak jiwanya
Bersembunyi dibalik
Raut wajah pucat pasi
Menempuh Tirakat Cinta ini sendiri
Kini yang engkau lihat
Memanglah Aku yang berdiri tegap
Di batas tepian dermaga itu
Tersenyum kala Melepasmu
Seolah Kuat menantang sesak seisi hati
Namun coba, engkau berbalik lihat aku kembali
Kan Engkau dapati
Ialah aku yang retak jiwanya
Bersembunyi dibalik
Raut wajah pucat pasi
Dilema Sang Penyair
Simpan saja bila itu menyakitkan
Kataku Bukanlah Sebuah Pedoman
Ataupun sebuah rujukan pembelaan
Yang terbata kala terdesak menata lisan
Hanyalah sepenggalan penjabaran
Akan Ketidakpastian kejujuran Aksen Lisan
Yang tak ada seorang pun tahu
Melebihi adanya diriku
Biarlah dengan cara itu
Menjadi sebuah hukuman dalam hidupku
Atas kesefahaman yang mungkin
tak akan pernah engkau mengerti
Kataku Bukanlah Sebuah Pedoman
Ataupun sebuah rujukan pembelaan
Yang terbata kala terdesak menata lisan
Hanyalah sepenggalan penjabaran
Akan Ketidakpastian kejujuran Aksen Lisan
Yang tak ada seorang pun tahu
Melebihi adanya diriku
Biarlah dengan cara itu
Menjadi sebuah hukuman dalam hidupku
Atas kesefahaman yang mungkin
tak akan pernah engkau mengerti
Jumat, 31 Juli 2015
Mihrab Cinta
Tiba di Dasar Hatiku
Keinginan untuk kembali
Menyatu Padukan rasa
Yang sekian lama Teruji dibalik Jeruji Bisu
Wahai Hati Pemilik Senyum Indah itu
Kini ku akan berterus terang
Akan ku Pinta Engkau pada-NYA
Di setiap Ucap Kidung Doa ku
Kan terus ku sampaikan pada Tuhanku
Di setiap Sepertiga Malamku
Memohon akan ketenangan Qalbuku
Dalam Memperjuangkan Engkau di Mihrab Cintaku
Keinginan untuk kembali
Menyatu Padukan rasa
Yang sekian lama Teruji dibalik Jeruji Bisu
Wahai Hati Pemilik Senyum Indah itu
Kini ku akan berterus terang
Akan ku Pinta Engkau pada-NYA
Di setiap Ucap Kidung Doa ku
Kan terus ku sampaikan pada Tuhanku
Di setiap Sepertiga Malamku
Memohon akan ketenangan Qalbuku
Dalam Memperjuangkan Engkau di Mihrab Cintaku
Langganan:
Komentar (Atom)
